Karacteristik Hama Tikus



Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti.

Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada.

MORFOLOGI HAMA TIKUS SAWAH
Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan, dengan 1,3%, telinga lebih pendek daripada telinga tikus rumah.rasio 96,4 Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43 mm.

Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting susu.

BIOLOGI HAMA TIKUS SAWAH
Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung dan berkembangbiak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi.

Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi, sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung stadium tanaman.

Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi normal.

Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina terjadi cepat, yaitu pada umur 40 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, yaitu pada umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.

Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Caplak/Pembuat Garis Tanam Padi sawah dengan Sistim Tanam Jajar Legowo 2:1 Dan 4:1

Caplak Jajar Legowo 2 : 1 dan 4 : 1

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEHILANGAN HASIL PADA PROSES PANEN DAN PASCA PANEN PADI